BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada Bab ini akan dijelaskan beberapa aspek yang
berhubungan dengan K3. Aspek K3 yang akan dibahas adalah (A) pengertian
penerapan K3 pada jasa konstruksi yang meliputi syarat-syarat K3 dan upaya
pencegahan, sistem manajemen K3, Standart
Operating Procedure (SOP) K3. Selain itu, juga akan dibahas tentang (B)
keselamatan kerja pada konstruksi bangunan tinggi yang meliputi peralatan K3
dan fasilitas umum serta kondisi lingkungan proyek.
A.
Penerapan
K3 Pada Jasa Konstruksi
Mathis dan Jackson (2002:245)
menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah sesuatu yang merujuk
pada perlindungan kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait
dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum. Kesehatan kerja merupakan suatu situasi yang
menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental emosi atau rasa
sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Mangkunegara 2002:161).
Terjadinya kecelakaan kerja pada umumnya disebabkan
oleh kesalahan manusia (human eror),
baik aspek kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting
penyelenggara K3. Tujuan utama K3 adalah mencegah, mengurangi bahkan
menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero
accident). Maksud dilaksanakan prosedur penerapan K3 untuk mencegah
terjadinya cacat dan kematian pada tenaga kerja, mencegah kerusakan tempat dan
peralatan kerja, mencegah pencemaran lingkungan dan masyarakat disekitar tempat
kerja, serta menjadi instrumen yg menciptakan dan memelihara derajat kesehatan
kerja.
Undang-undang No.1 Tahun 1970 menjelaskan jenis tempat
yang dimaksud dengan tempat kerja adalah pekerjaan yang berada di darat, di
dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di
wilayah kekuasaan hukum Indonesia. Tempat yang dimaksud adalah terdapat
pekerjaan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran
rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau
terowongan di bawah tanah dan sebagainya.
Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja
yang melibatkan bahan bangunan, peralatan, penerapan teknologi, dan tenaga
kerja, yang dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Tenaga kerja
dibidang kegiatan konstruksi yang dibutuhkan bagi kelanjutan pembangunan perlu
memperoleh perlindungan keselamatan kerja, khususnya terhadap ancaman kecelakaan
kerja. (SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU Nomor: KEP. 174/MEN/1986).
UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan teknik tentang keamanan,
keselamatan, kesehatan kerja, Perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan
setempat yang berfungsi untuk menjamin terwujudnya ketertiban suatu pekerjaan konstruksi.
Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan,
termasuk kepatuhan para pihak dalam pemenuhan kewajibannya.
Pemenuhan
kewajiban tersebut adalah pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan
aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja serta lingkungan.
1.
Syarat
- syarat K3 dan upaya pencegahan kecelakaan
Kriteria standar K3 merujuk pada 6
pedoman, yaitu (1) UU Nomor 1 tahun 1970, (2) Permen PU Nomor: 9/PER/M/2008,
(3) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) tentang ahli K3 konstruksi,
(4) Himpunan Pedoman K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran dan Konstruksi Bangunan
(5) Buku Saku pedoman untuk pelaksanaan K3 konstruksi, dan (6) Pedoman Praktis
K3 Konstruksi.
Syarat keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1970 pasal 3 poin 1 menetapkan untuk membantu pencegahan
kecelakaan-kecelakaan kerja yang dapat terjadi dan yang akan berakibat
timbulnya kerugihan bagi semua pihak. Adapun syarat-syarat keselamatan kerja
adalah sebagai berikut: (1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan, (2) memberi
alat-alat perlindungan diri pada pekerja, (3) memelihara kebersihan, kesehatan
dan ketertiban, (4) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya, (5) mengamankan dan memelihara segala
jenis bangunan.
Keselamatan kerja atau work safety mempunyai fungsi mencegah kecelakaan di tempat kerja.
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang berfikir ingin mengalami kecelakaan, karena
itu keselamatan kerja bersifat umum dan ditujukan untuk keselamatan seluruh
umat manusia.
Kecelakaan yang terjadi ketika bekerja
dapat dicegah dengan: (1) mematuhi peraturan, yaitu ketentuan-ketentuan yang
diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, (2) standarisasi, yaitu
penetapan standar terhadap Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, (3)
pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan undang-undang yang
ditetapkan, (4) penelitian bersifat teknik, misalnya penyelidikan tentang pagar
pengaman dan alat-alat perlindungan (Suma’mur, 1981:12).
2.
Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Cara yang paling tepat bagi kontraktor dalam
mengatasi kebutuhan K3 bidang konstruksi adalah menetapkan sistem manajemem K3
dalam organisasinya. Hal ini menjadi sesuatu sistem yang dilakukan untuk
mencakup sistem organisasi yang lain, seperti manajemen kualitas. Dengan
menggunakan pendekatan organisasi tersebut, akan menghasilkan kebijakan
perusahaan yang diperlukan, model pemeliharan, kesesuaian prosedur, dan
pengaplikasian K3. Keefektifan manajemen K3 dapat dilihat berdasarkan pada
sistem kelola perusahaan yang sehat, dengan prosedur yang mempertimbangkan K3
sebagai kontribusi utamanya (Griffith A. & Howarth T. 2000:102).
Proses pendekatan sistem manajemen keselamatan kerja
dimulai dengan mempertimbangkan tujuan keselamatan kerja, teknik, dan peralatan
yang digunakan. Tujuan keselamatan harus integral dengan bagian dari setiap manajemen
dan pengawasan kerja, begitu pula peranan bagian kepegawaian/pekerja sangat
penting dalam mengaplikasikan pendekatan sistem keselamatan kerja
(Mangkunegara, 2002:163).
Menurut Permenaker 05/MEN/1996, definisi dari Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja untuk terciptanya tempat kerja yang aman, efesien, dan
produktif. Prinsip dasar sistem manajemen K3 adalah penetapan kebijakan K3,
perencanaan penerapan K3, penerapan K3, pengukuran, pemantauan, evaluasi kinerja
K3, dan peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3.
Dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 87 ayat 1 tentang ketenagakerjaan
menyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan
mengenai penerapan SMK3 diatur dalam Permenaker RI No. Per. 05/MEN/1996 pasal 3
ayat 1 dan 2 tentang SMK3 yang menyatakan
bahwa setiap perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3.
Pelaksanaan penerapan SMK3 harus sesuai dengan
beberapa ketentuan, seperti (1) menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen
terhadap penerapannya, (2) merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran
penerapan K3, (3) menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan, (4) mengukur, memantau, dan
mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan perbaikan dan pencegahan, dan (5) meninjau
secara teratur dan menigkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan
tujuan meningkatkan kinerja K3
Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan untuk
memaksimalakan pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan, diantaranya adalah:
(1) manajemen tradisional, dimana keselamatan dan kesehatan dipadukan dalam
peran pengawasan dan pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan, (2) manajemen
inovatif, dimana manajemen memiliki peran penting dalam usaha keselamatan dan
kesehatan, keterlibatan karyawan dipandang penting dalam pelaksanaan sistem,
(3) sebuah strategi tempat aman yang dipusatkan pada kontrol bahaya pada sumber
dengan memperhatikan prinsip tingkat perencanaan dan penerapan identifikasi
bahaya, penilaian resiko dan kontrol resiko, (4) suatu strategi kontrol orang
yang selamat atau aman yang dipusatkan atas pengawasan tingkah laku karyawan.
3.
Standart Operating Procedure (SOP) K3
Pada
dasarnya SOP adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur
operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk
memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan , serta penggunaan
fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi
berjalan secara efisien dan efektif, konsisten, standar dan sistematis.
SOP merupakan suatu standar prosedur bagi keselamatan dan kesehatan kerja dalam menjalani
pekerjaan. Pengaruh dan manfaat SOP sangat
besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, yaitu untuk menangani bahaya atau resiko dalam
menggunakan peralatan dan melakukan sesuatu pekerjaan dengan keadaan selamat
dan sehat.
Dalam proses pembuatan SOP berdasarkan pada jenis kegiatan pekerjaan yang akan dilakukan disesuaikan
dengan petunjuk berdasarkan undang-undang yang berlaku. Terbentuknya
kejasama tim yang baik dari setiap anggota akan lebih terasa efektif dan
efisien dalam melaksanakan setiap prosedur pada setiap bagian pekerjaan yang
berhubungan dengan keselamatan kerja.
Terdapat
beberapa kriteria kecelakaan kerja yang terjadi dalam suatu proyek bangunan
tinggi, seperti kecelakaan kerja ringan, kecelakaan kerja berat, dan kecelakaan
kerja sehingga meninggal dunia. Kecelakaan kerja ringan adalah kecelakaan yang
dialami oleh pekerja tidak sampai mengalami cacat permanen. Prosedur penanganan
kasus ini dilakukan oleh pelaksana, jika dirasa perlu penangananan lebih
intensif maka pelaksana bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit.
Kecelakaan kerja berat adalah kecelakaan yang dialami oleh pekerja
sehingga mengalami cacat fisik. Dalam proses penangannya pelaksana bekerjasama dengan pihak asuransi untuk
membantu proses penyembuhan dan perawatan selama di Rumah Sakit. Prosedur
penanganan kecelakaan kerja sehingga meninggal dunia lebih komplek dari pada
kecelakaan kerja ringan atau kecelakaan kerja berat. Pelaksana dibantu oleh kepolisian
untuk melakukan proses evakuasi. Selain itu pelaksana juga berkoordinasi dengan
pihak asuransi dalam memberi uang santunan kepada keluarga korban/ahli waris.
B.
Keselamatan
Kerja Pada Konstruksi Bangunan Tinggi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transportasi
No.PER.01/MEN/1980 BAB I Pasal 3 menjabarkan bahwa pada setiap pekerjaan
konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan terjadinya kecelakaan dan sakit
akibat kerja. Sewaktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu unit
keselamatan dan kesehatan kerja, hal tersebut harus diberitahukan kepada setiap
tenaga kerja. Unit keselamatan dan kesehatan kerja tersebut meliputi
usaha-usaha pencegahan terhadap kecelakaan, kebakaran, peledakan, penyakit
akibat kerja, pertolongan pertama pada kecelakaan dan usaha-usaha penyelamatan.
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan hal yang
merugikan, baik bagi pekerja maupun bagi
pelaksana. Bagi pekerja kecelakaan yang terjadi dapat mengakibatkan penderitaan
baik merupakan kematian, luka/cidera berat maupun ringan. Sedangkan bagi
pelaksana, kecelakaan yang terjadi dapat menimbulkan kerugian berupa biaya (Abduh,
M. : 2010).
Pada bidang konstruksi bangunan tinggi, alat berat
konstruksi perlu diperhatikan dalam pencegahan kecelakaan terutama dalam hal
ketika ketika proses pengoperasian. Proses tersebut meliputi metoda pelaksanaan
penggunaan alat berat, cara parkir (excavator,
mobile crane), cara mengayun (tower
crane), stabilitas alat berat di lokasi, perlengkapan pengaman pada saat
bekerja atau berhenti, dan jarak dan posisi aman bekerja. Sedangkan yang perlu
diperhatikan dalam pencegahan kecelakaan akibat peralatan dan alat berat terutama
pada pra-operasi meliputi:
identifikasi resiko penggunaan
peralatan dan alat
berat sesuai tahap pekerjaan,
dokumen instruksi kerja penggunaan peralatan dengan aman, prosedur perawatan
dan pemeliharaan peralatan, pemeriksaan peralatan dan alat berat sebelum
beroperasi, dan kesiapan tenaga kerja dan operator
Menurut penelitian Almighty (2007)
kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor
peralatan, dan faktor lingkungan kerja. Dari segi peralatan, penggunaan crane merupakan faktor yang paling besar
terjadinya kecelakaan kerja. Tidak adanya orang yang
memberi aba-aba atau tanda peringatan kepada operator crane pada saat
pengoperasian crane.
1.
Peralatan
K3 dan Kegunaannya
Perlindungan tenaga kerja dilakukan
melalui usaha-usaha teknis pengamatan tempat, peralatan dan lingkungan kerja.
Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya,
sehingga digunakan alat pelindung diri.
(a)
Alat Pelindung Badan
Sering
dijumpai pakaian kerja yang sudah lusuh dan robek-robek dengan alasan supaya
tidak banyak resiko jika rusak kena benda-benda kerja. Tidak sedikit pekerja
yang menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh pakaian itu. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memilih pakain kerja:
(1)
Mempertimbangkan bahayanya bila dipakai di tempat kerja, (2) tidak mewah, rapi
dan bersih, (3) melindungi dari kotoran, (4) tidak terlalu sesak dan tidak
terlalu longgar, (5) sebaiknya berlengan pendek atau berlengan panjang yang
dikancing rapi,
(6) tidak memakai assesoris seperti dasi, cincin, dan arloji.
(b)
Alat Pelindung Tangan dan Jari
Alat Pelindung Tangan dan Jari bagi pekerja dalam
suatu pekerjaan proyek adalah berupa sarung tangan. Alat ini berfungsi
melindungi tangan dan jari dari benda tajam dan kasar, menjaga kebersihan
bahan, dan meminimalisir tersengat listrik bagi pekerja mechanical electrical.
(c) Alat
Pelindung Kepala
Alat pelindung kepala berfungsi untuk melindungi
kepala dari kejatuhan benda dan benturan. Dalam keadaan panas dan hujan sering
mempengaruhi konsentrasi pekerja, oleh karena itu pekerja diharuskan untuk
menggunkan alat pelindung kepala.
(d) Alat
pelindung Kaki
Alat ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benda
tajam, tersandung benda keras, tekanan dan pukulan, lantai yang basah, lincir
dan berlumpur. Alat ini seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi
metal dengan sol dari karet tebal dan kuat.
(e) Alat
Pelindung Mata
Mata merupakan indera yang sangat
penting, sehingga bila mata mendapat cidera akan sangat mengganggu pekerjaan.
Kecelakaan pada mata karena pekerja tidak terbiasa memakai kaca mata. Selain
tidak terbiasa, kecelakaan pada mata terjadi karena pekerja merasa terganggu
saat bekerja dan kurang nyaman dalam menggunakan kaca mata. Alat pelindung mata
ini berupa kaca mata kerja, bentuknya berbeda dari kaca mata seperti pada
umunya. Kaca mata kerja ini didesain secara khusus unutk menjaga keamanan mata
bagi para pekerja.
(f) Alat
Pelindung Pernapasan
Alat ini
tidak selalu harus dipakai pekerja di semua tempat, tetapi hanya digunakan pada
tempat kerja yang banyak terdapat debu dan pencemar yang berbentuk gas, uap logam, kabut.
Alat pelindung pernafasan (lihat gambar 2.9) ini berupa masker/respirator yang
telah ditambah dengan filter dalam catrige
yang dapat melindungi pernafasan pekerja.
(g) Alat
Pelindung Telinga
Mengoperasikan mesin yang suaranya cukup keras dan
membisingkan, sebaiknya
pekerja memakai alat pelindung indera pendengar. Tetapi bila bekerja di
lapangan yang tidak mengeluarkan suara keras tidak perlu memakai alat pelindung
telinga, karena akan semakin menggangu pekerjaan. Terdapat 2 jenis alat
pelindung telinga, yaitu ear plug dan
ear muff. Ear plug lebih sering digunakan oleh pekerja, karena alat ini cukup
simpel dan harganya yang murah.
(h) Tali
Pengaman
Pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada
ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali
pengaman atau safety belt. Minimal
dengan ketinggian 2 meter pekerja diharuskan menggunakan alat tersebut. Fungsi
utama tali pengaman ini dalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja
pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection
baja pada bangunan tower.
(i) Kotak
P3K
Kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun
berat pada pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama
di proyek. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang
digunakan untuk pertolongan pertama. Tidak hanya sekedar menyediakan kotak P3K
dan obatnya, melainkan mencantumkan daftar obat-obatan yang terdapat dalam
kotak P3K tersebut.
2.
Fasilitas
umum dan kondisi lingkungan proyek
Sesuai pedoman buku saku untuk pelaksanaan K3 konstruksi
Jasa Marga (2010 : 4), dalam suatu proyek hendaknya memperhatikan fasilitas
umum. Hal yang harus diperhatikan adalah:
(a)
Tersedianya denah lokasi tempat
fasilitas umum dan dipasang pada tempat yang mudah dibaca oleh pengunjung
proyek.
(b)
Terdapat tanda dan simbol-simbol tentang
bahaya kecelakaan kerja.
(c)
Terdapat tempat istirahat dan tempat makan,
serta jumlah toilet yang memadai bagi pekerja.
(d)
Tersedianya bak air bersih dengan ukuran
cukup untuk cuci tangan demi menjaga kebersihan. Selain air bersih juga tersedia
air minum untuk pekerja, tempat ganti
pakaian dan penyimpanan pakaian yang aman.
(e)
Tersedia tempat untuk beribadah dan
dilengkapi sarana yang dibutuhkan.
Kondisi lingkungan proyek merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja. Lingkungan kerja yang bersih akan
membuat pekerja merasa nyaman dan maksimal dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berikut ini adalah faktor kebersihan dan kerapian yang harus diperhatikan dalam
suatu proyek konstruksi:
(a)
Bahan dan material yang berserakan harus
dirapihkan, baik sebelum dan setelah jam kerja.
(b)
Alat kerja dan perkakas lainnya yang
digunakan tidak boleh merintangi dan membahayakan akses kerja serta disimpan
setelah selesai jam kerja.
(c)
Tempat sampah sesuai jenis sampah dan
volume yang terjadi, selalu dibersihkan
dan dikumpulkan serta siap diangkut keluar proyek.
(d)
Tempat Kerja yang licin karena air,
minyak, atau zat lainnya harus segera dibersihkan.
Proses penerapan K3 dipersiapkan oleh kontraktor
dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi bangunan, terutama pekerjaan konstruksi
bangunan tinggi. Tujuannya adalah supaya para pekerja merasa aman dan nyaman
dalam menjalankan pekerjaannya. Hasil pekerjaan akan maksimal jika dalam
pekerjaan tersebut selalu memperhatikan faktor keamanan para pekerjanya.
Rasa aman dalam bekerja tidak hanya sekedar
diperoleh dengan menggunakan alat pelindung diri, melainkan mentaati segala
peraturan yang telah dibuat oleh kontrakor. Di sisi lain kontraktor juga harus
melaksanakan prosedur K3, diantaranaya adalah menindak dengan tegas pekerja
yang melanggar, membentuk ahli K3, dan menjalankan sistem manajemen K3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar