Kamis, 26 Juli 2012

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pada Bab ini akan dijelaskan beberapa aspek yang berhubungan dengan K3. Aspek K3 yang akan dibahas adalah (A) pengertian penerapan K3 pada jasa konstruksi yang meliputi syarat-syarat K3 dan upaya pencegahan, sistem manajemen K3, Standart Operating Procedure (SOP) K3. Selain itu, juga akan dibahas tentang (B) keselamatan kerja pada konstruksi bangunan tinggi yang meliputi peralatan K3 dan fasilitas umum serta kondisi lingkungan proyek.
A.      Penerapan K3 Pada Jasa Konstruksi
Mathis dan Jackson (2002:245) menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah sesuatu yang merujuk pada perlindungan kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum. Kesehatan kerja merupakan suatu situasi yang menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Mangkunegara 2002:161).
Terjadinya kecelakaan kerja pada umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia (human eror), baik aspek kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggara K3. Tujuan utama K3 adalah mencegah, mengurangi bahkan menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Maksud dilaksanakan prosedur penerapan K3 untuk mencegah terjadinya cacat dan kematian pada tenaga kerja, mencegah kerusakan tempat dan peralatan kerja, mencegah pencemaran lingkungan dan masyarakat disekitar tempat kerja, serta menjadi instrumen yg menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja.
Undang-undang No.1 Tahun 1970 menjelaskan jenis tempat yang dimaksud dengan tempat kerja adalah pekerjaan yang berada di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Indonesia. Tempat yang dimaksud adalah terdapat pekerjaan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya.
Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang melibatkan bahan bangunan, peralatan, penerapan teknologi, dan tenaga kerja, yang dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Tenaga kerja dibidang kegiatan konstruksi yang dibutuhkan bagi kelanjutan pembangunan perlu memperoleh perlindungan keselamatan kerja, khususnya terhadap ancaman kecelakaan kerja. (SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU Nomor: KEP. 174/MEN/1986).
UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan teknik tentang keamanan, keselamatan, kesehatan kerja, Perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat yang berfungsi untuk menjamin terwujudnya ketertiban suatu pekerjaan konstruksi. Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak dalam pemenuhan kewajibannya.
Pemenuhan kewajiban tersebut adalah pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja serta lingkungan.
1.        Syarat - syarat K3 dan upaya pencegahan kecelakaan
Kriteria standar K3 merujuk pada 6 pedoman, yaitu (1) UU Nomor 1 tahun 1970, (2) Permen PU Nomor: 9/PER/M/2008, (3) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) tentang ahli K3 konstruksi, (4) Himpunan Pedoman K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran dan Konstruksi Bangunan (5) Buku Saku pedoman untuk pelaksanaan K3 konstruksi, dan (6) Pedoman Praktis K3 Konstruksi.
Syarat keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 pasal 3 poin 1 menetapkan untuk membantu pencegahan kecelakaan-kecelakaan kerja yang dapat terjadi dan yang akan berakibat timbulnya kerugihan bagi semua pihak. Adapun syarat-syarat keselamatan kerja adalah sebagai berikut: (1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan, (2) memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja, (3) memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban, (4) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya, (5) mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
Keselamatan kerja atau work safety mempunyai fungsi mencegah kecelakaan di tempat kerja. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang berfikir ingin mengalami kecelakaan, karena itu keselamatan kerja bersifat umum dan ditujukan untuk keselamatan seluruh umat manusia.
Kecelakaan yang terjadi ketika bekerja dapat dicegah dengan: (1) mematuhi peraturan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, (2) standarisasi, yaitu penetapan standar terhadap Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, (3) pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan undang-undang yang ditetapkan, (4) penelitian bersifat teknik, misalnya penyelidikan tentang pagar pengaman dan alat-alat perlindungan (Suma’mur, 1981:12).
2.        Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Cara yang paling tepat bagi kontraktor dalam mengatasi kebutuhan K3 bidang konstruksi adalah menetapkan sistem manajemem K3 dalam organisasinya. Hal ini menjadi sesuatu sistem yang dilakukan untuk mencakup sistem organisasi yang lain, seperti manajemen kualitas. Dengan menggunakan pendekatan organisasi tersebut, akan menghasilkan kebijakan perusahaan yang diperlukan, model pemeliharan, kesesuaian prosedur, dan pengaplikasian K3. Keefektifan manajemen K3 dapat dilihat berdasarkan pada sistem kelola perusahaan yang sehat, dengan prosedur yang mempertimbangkan K3 sebagai kontribusi utamanya (Griffith A. & Howarth T. 2000:102).
Proses pendekatan sistem manajemen keselamatan kerja dimulai dengan mempertimbangkan tujuan keselamatan kerja, teknik, dan peralatan yang digunakan. Tujuan keselamatan harus integral dengan bagian dari setiap manajemen dan pengawasan kerja, begitu pula peranan bagian kepegawaian/pekerja sangat penting dalam mengaplikasikan pendekatan sistem keselamatan kerja (Mangkunegara, 2002:163).
Menurut Permenaker 05/MEN/1996, definisi dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja untuk terciptanya tempat kerja yang aman, efesien, dan produktif. Prinsip dasar sistem manajemen K3 adalah penetapan kebijakan K3, perencanaan penerapan K3, penerapan K3, pengukuran, pemantauan, evaluasi kinerja K3, dan peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3.
Dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 87 ayat 1 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi  dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan SMK3 diatur dalam Permenaker RI No. Per. 05/MEN/1996 pasal 3 ayat 1 dan 2  tentang SMK3 yang  menyatakan  bahwa  setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau  lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat  mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran  lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3.
Pelaksanaan penerapan SMK3 harus sesuai dengan beberapa ketentuan, seperti (1) menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapannya, (2) merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3, (3) menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan, (4) mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan perbaikan dan pencegahan, dan (5) meninjau secara teratur dan menigkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3
Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan untuk memaksimalakan pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan, diantaranya adalah: (1) manajemen tradisional, dimana keselamatan dan kesehatan dipadukan dalam peran pengawasan dan pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan, (2) manajemen inovatif, dimana manajemen memiliki peran penting dalam usaha keselamatan dan kesehatan, keterlibatan karyawan dipandang penting dalam pelaksanaan sistem, (3) sebuah strategi tempat aman yang dipusatkan pada kontrol bahaya pada sumber dengan memperhatikan prinsip tingkat perencanaan dan penerapan identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol resiko, (4) suatu strategi kontrol orang yang selamat atau aman yang dipusatkan atas pengawasan tingkah laku karyawan.
3.        Standart Operating Procedure (SOP) K3
Pada dasarnya SOP adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan , serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi berjalan secara efisien dan efektif, konsisten, standar dan sistematis.
SOP merupakan suatu standar prosedur bagi keselamatan dan kesehatan kerja dalam menjalani pekerjaan. Pengaruh dan manfaat SOP sangat besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, yaitu untuk menangani bahaya atau resiko dalam menggunakan peralatan dan melakukan sesuatu pekerjaan dengan keadaan selamat dan sehat.
Dalam proses pembuatan SOP berdasarkan pada jenis kegiatan pekerjaan yang akan dilakukan disesuaikan dengan petunjuk berdasarkan undang-undang yang berlaku. Terbentuknya kejasama tim yang baik dari setiap anggota akan lebih terasa efektif dan efisien dalam melaksanakan setiap prosedur pada setiap bagian pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan kerja.
  Terdapat beberapa kriteria kecelakaan kerja yang terjadi dalam suatu proyek bangunan tinggi, seperti kecelakaan kerja ringan, kecelakaan kerja berat, dan kecelakaan kerja sehingga meninggal dunia. Kecelakaan kerja ringan adalah kecelakaan yang dialami oleh pekerja tidak sampai mengalami cacat permanen. Prosedur penanganan kasus ini dilakukan oleh pelaksana, jika dirasa perlu penangananan lebih intensif maka pelaksana bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit.
Kecelakaan kerja berat adalah kecelakaan yang dialami oleh pekerja sehingga mengalami cacat fisik. Dalam proses penangannya pelaksana  bekerjasama dengan pihak asuransi untuk membantu proses penyembuhan dan perawatan selama di Rumah Sakit. Prosedur penanganan kecelakaan kerja sehingga meninggal dunia lebih komplek dari pada kecelakaan kerja ringan atau kecelakaan kerja berat. Pelaksana dibantu oleh kepolisian untuk melakukan proses evakuasi. Selain itu pelaksana juga berkoordinasi dengan pihak asuransi dalam memberi uang santunan kepada keluarga korban/ahli waris.
B.       Keselamatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan Tinggi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transportasi No.PER.01/MEN/1980 BAB I Pasal 3 menjabarkan bahwa pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja. Sewaktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu unit keselamatan dan kesehatan kerja, hal tersebut harus diberitahukan kepada setiap tenaga kerja. Unit keselamatan dan kesehatan kerja tersebut meliputi usaha-usaha pencegahan terhadap  kecelakaan, kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja, pertolongan pertama pada kecelakaan dan usaha-usaha penyelamatan.
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan hal yang merugikan, baik bagi  pekerja maupun bagi pelaksana. Bagi pekerja kecelakaan yang terjadi dapat mengakibatkan penderitaan baik merupakan kematian, luka/cidera berat maupun ringan. Sedangkan bagi pelaksana, kecelakaan yang terjadi dapat menimbulkan kerugian berupa biaya (Abduh, M. : 2010).
Pada bidang konstruksi bangunan tinggi, alat berat konstruksi perlu diperhatikan dalam pencegahan kecelakaan terutama dalam hal ketika ketika proses pengoperasian. Proses tersebut meliputi metoda pelaksanaan penggunaan alat berat, cara parkir (excavator, mobile crane), cara mengayun (tower crane), stabilitas alat berat di lokasi, perlengkapan pengaman pada saat bekerja atau berhenti, dan jarak dan posisi aman bekerja. Sedangkan yang perlu diperhatikan dalam pencegahan kecelakaan akibat peralatan dan alat berat  terutama  pada  pra-operasi meliputi: identifikasi  resiko  penggunaan  peralatan  dan  alat  berat  sesuai tahap pekerjaan, dokumen instruksi kerja penggunaan peralatan dengan aman, prosedur perawatan dan pemeliharaan peralatan, pemeriksaan peralatan dan alat berat sebelum beroperasi, dan kesiapan tenaga kerja dan operator
Menurut penelitian Almighty (2007) kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor peralatan, dan faktor lingkungan kerja. Dari segi peralatan, penggunaan crane merupakan faktor yang paling besar terjadinya kecelakaan kerja. Tidak adanya orang yang memberi aba-aba atau tanda peringatan kepada operator crane pada saat pengoperasian crane.
1.        Peralatan K3 dan Kegunaannya
Perlindungan tenaga kerja dilakukan melalui usaha-usaha teknis pengamatan tempat, peralatan dan lingkungan kerja. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat pelindung diri.
(a)      Alat Pelindung Badan
Sering dijumpai pakaian kerja yang sudah lusuh dan robek-robek dengan alasan supaya tidak banyak resiko jika rusak kena benda-benda kerja. Tidak sedikit pekerja yang menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh pakaian itu. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pakain kerja:
(1) Mempertimbangkan bahayanya bila dipakai di tempat kerja, (2) tidak mewah, rapi dan bersih, (3) melindungi dari kotoran, (4) tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar, (5) sebaiknya berlengan pendek atau berlengan panjang yang
dikancing rapi, (6) tidak memakai assesoris seperti dasi, cincin, dan arloji.
(b)     Alat Pelindung Tangan dan Jari
Alat Pelindung Tangan dan Jari bagi pekerja dalam suatu pekerjaan proyek adalah berupa sarung tangan. Alat ini berfungsi melindungi tangan dan jari dari benda tajam dan kasar, menjaga kebersihan bahan, dan meminimalisir tersengat listrik bagi pekerja mechanical electrical.
(c)      Alat Pelindung Kepala
Alat pelindung kepala berfungsi untuk melindungi kepala dari kejatuhan benda dan benturan. Dalam keadaan panas dan hujan sering mempengaruhi konsentrasi pekerja, oleh karena itu pekerja diharuskan untuk menggunkan alat pelindung kepala.
(d)     Alat pelindung Kaki
Alat ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benda tajam, tersandung benda keras, tekanan dan pukulan, lantai yang basah, lincir dan berlumpur. Alat ini seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat.
(e)      Alat Pelindung Mata
Mata merupakan indera yang sangat penting, sehingga bila mata mendapat cidera akan sangat mengganggu pekerjaan. Kecelakaan pada mata karena pekerja tidak terbiasa memakai kaca mata. Selain tidak terbiasa, kecelakaan pada mata terjadi karena pekerja merasa terganggu saat bekerja dan kurang nyaman dalam menggunakan kaca mata. Alat pelindung mata ini berupa kaca mata kerja, bentuknya berbeda dari kaca mata seperti pada umunya. Kaca mata kerja ini didesain secara khusus unutk menjaga keamanan mata bagi para pekerja.
(f)      Alat Pelindung Pernapasan
 Alat ini tidak selalu harus dipakai pekerja di semua tempat, tetapi hanya digunakan pada tempat kerja yang banyak terdapat debu dan  pencemar yang berbentuk gas, uap logam, kabut. Alat pelindung pernafasan (lihat gambar 2.9) ini berupa masker/respirator yang telah ditambah dengan filter dalam catrige yang dapat melindungi pernafasan pekerja.           
(g)     Alat Pelindung Telinga
Mengoperasikan mesin yang suaranya cukup keras dan membisingkan, sebaiknya pekerja memakai alat pelindung indera pendengar. Tetapi bila bekerja di lapangan yang tidak mengeluarkan suara keras tidak perlu memakai alat pelindung telinga, karena akan semakin menggangu pekerjaan. Terdapat 2 jenis alat pelindung telinga, yaitu ear plug dan ear muff. Ear plug lebih sering digunakan oleh pekerja, karena alat ini cukup simpel dan harganya yang murah.
(h)     Tali Pengaman
Pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau safety belt. Minimal dengan ketinggian 2 meter pekerja diharuskan menggunakan alat tersebut. Fungsi utama tali pengaman ini dalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower.
(i)       Kotak P3K
Kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama. Tidak hanya sekedar menyediakan kotak P3K dan obatnya, melainkan mencantumkan daftar obat-obatan yang terdapat dalam kotak P3K tersebut.
2.        Fasilitas umum dan kondisi lingkungan proyek
Sesuai pedoman buku saku untuk pelaksanaan K3 konstruksi Jasa Marga (2010 : 4), dalam suatu proyek hendaknya memperhatikan fasilitas umum. Hal yang harus diperhatikan adalah:
(a)      Tersedianya denah lokasi tempat fasilitas umum dan dipasang pada tempat yang mudah dibaca oleh pengunjung proyek.
(b)     Terdapat tanda dan simbol-simbol tentang bahaya kecelakaan kerja.
(c)      Terdapat tempat istirahat dan tempat makan, serta jumlah toilet yang memadai bagi pekerja.
(d)     Tersedianya bak air bersih dengan ukuran cukup untuk cuci tangan demi menjaga kebersihan. Selain air bersih juga tersedia air minum untuk pekerja,  tempat ganti pakaian dan penyimpanan pakaian yang aman.
(e)      Tersedia tempat untuk beribadah dan dilengkapi sarana yang dibutuhkan.
Kondisi lingkungan proyek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja. Lingkungan kerja yang bersih akan membuat pekerja merasa nyaman dan maksimal dalam melaksanakan pekerjaannya. Berikut ini adalah faktor kebersihan dan kerapian yang harus diperhatikan dalam suatu proyek konstruksi:
(a)      Bahan dan material yang berserakan harus dirapihkan, baik sebelum dan setelah jam kerja.
(b)     Alat kerja dan perkakas lainnya yang digunakan tidak boleh merintangi dan membahayakan akses kerja serta disimpan setelah selesai jam kerja.
(c)      Tempat sampah sesuai jenis sampah dan volume yang  terjadi, selalu dibersihkan dan dikumpulkan serta siap diangkut keluar proyek.
(d)     Tempat Kerja yang licin karena air, minyak, atau zat lainnya harus segera dibersihkan.
Proses penerapan K3 dipersiapkan oleh kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi bangunan, terutama pekerjaan konstruksi bangunan tinggi. Tujuannya adalah supaya para pekerja merasa aman dan nyaman dalam menjalankan pekerjaannya. Hasil pekerjaan akan maksimal jika dalam pekerjaan tersebut selalu memperhatikan faktor keamanan para pekerjanya.
Rasa aman dalam bekerja tidak hanya sekedar diperoleh dengan menggunakan alat pelindung diri, melainkan mentaati segala peraturan yang telah dibuat oleh kontrakor. Di sisi lain kontraktor juga harus melaksanakan prosedur K3, diantaranaya adalah menindak dengan tegas pekerja yang melanggar, membentuk ahli K3, dan menjalankan sistem manajemen K3.